Selasa, 22 Februari 2011

Ilmu Budaya Dasar ” Manusia dan Kebudayaan”


Manusia dipandang dari segi ilmu eksakta, manusia adalah kumpulan dari partikel-pa rtikel atom yang membentuk jaringan sistem yang dimiliki oleh manusia (ilmu kimia). Manusia merupakan kumpulan dari berbagai sistem fisik yang saling terkait satu sama lain dan merupakan kumpulan dari energi ( ilmu fisika ). Manusia merupakan mahluk biologis yang tergolong dalam golongan mahluk mamalia ( biologi ). Dalam ilmu-ilmu sosial, manusia merupakan mahluk yang ingin memperoleh keuntungan atu selalu memperhitungkan setiap kegiatan, sering disebut homo economicus ( ilmu ekonomi ). Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri ( sosiologi ), mahluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan( politik ).Dan lain sebagainya.
1. Manusia itu terdiri dari empat unsure yang saling terkait, yaitu :
a. Jasad; yaitu badan kasar manusia yang nampak pada luarnya, dapat diraba, dan difoto, dan menempati ruang dan waktu.
b. Hayat; yaitu mengandung unsure hidup, yang ditandai dengan gerak
c. Ruh; yaitu bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran,
suatu kemampuan mencipta yang bersift konseptual yang menjadi pusat lahirnya kebudayaan.
d. Nafs; dalam pengertian diri atau keakuan, yaitu kesadaran tentan diri sendiri
2. Manusia sebagai satu kepribadian yang mengandung 3 unsur yaitu :
a. Id
Yang merupakan struktur kepribadian yang paling primitive dan paling tidak nampak. Id merupakan libido murni, atau energi psikis yang menunjukkan cirri alami yang irrasio naldan terkait masalah sex, yang secara instingtual menentukan proses-proses ketidaksadaran. Id tidak berhubungan dengan lingkungan luar diri,tetapi terkait dengan struktur lain kepribadian yang pada gilirannya menjadi mediator antara insting Id dengan dunia luar.
b. Ego.
Merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan dari Id, seringkali disebut sebagai kepribadian “eksekutif” karena peranannya dalam menghubgunkan energi Id ke dalam saluran osial yang dapat dimengerti oleh orang lain.
c. Superego
Merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, muncul kira-kira pada usia limat tahun. Dibandingkan dengan Id dan ego, yang berkembang secara internal dalam diri individu, superego terbentuk dari lingkungan eksternal. Jadi superego menunjukkan pola aturan yang dalam derajat tertentu menghasilkan control diri melalui sistem imbalan dan hukuman yang terinternalisasi.
Dari uraian diatas dapat mengkaji aspek tindakan manusia dengan analisa hubungan antara tindakan dan unsure-unsur manusia. Seringkali misalnya orang senang terhadap penyimpangan terhadap nilai-nilai masyarakat dapat diidentifikasi bahwa orang tersebut lebih dikendalikan oleh Id dibandingkan super-egonya. Atau seringkali aa kelainan yang terjadi pada manusia, misalnya orang yang berparas buruk dan bertubuh pendek berani tampil ke muka umum, dpat diterangkan dengan mengacu pada unsur nafs (kesadaran diri ) yang dimilikinya. Kesemuanya tersebut dapat digunakan sebagai alat analisa bagi tingkah laku manusia.
Hakekat Manusia :
1. Mahluk ciptaan Tuhan yagn terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
2. Mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan denan mahluk lainnya
3. Mahluk biokultural yaitu mahluk hayati yagn budayawi
4. Mahluk Ciptaan Tuhan yagn terkait dengan lingkungan, mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan selalu dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang lebih baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pengertian kebudayaan salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi,yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan masyarakat.Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan sega norma dan nilai masyarakat yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasarakatan alam arti luas., didalamnya termasuk, agama, ideology, kebatinan, kenesenian dan semua unusr yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
Selanjtunya cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan piker dari orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya, agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.Dari pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan dari pengetahuan manusiasebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri.
Atas dadar itulah para ahli mengemukakan adanya unsure kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu :
1. unsur religi
2. sistem kemasyarakatan
3. sistem peralatan
4. sistem mata pencaharian hidup
5. sistem bahasa
6. sistem pengetahuan
7. seni
Bertitik tilah dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain :
1. wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup
2. kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia
Perubahan kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam masyarakat. Tidak ada kebudayaan yanga statis, setiap perubahan kebudayaan mempunyai dinamika, mengalami perubahan; perubahan itu akibat dari perubahan masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tersebut.http://sindyarsita.wordpress.com/2010/11/09/ilmu-budaya-dasar-manusia-dan-kebudayaan/

Budaya Copy Paste Mahasiswa

MAHASISWA termasuk kaum intelektual. Untuk memenuhi standar intelektualitas, mahasiswa diberi tugas berupa penulisan makalah, penelitian, resume buku, atau presentasi. Karena tugas intelektualitas itulah yang membedakan mahasiswa dari pelajar. Mereka semestinya bukan hanya mampu menghafal setiap mata pelajaran, melainkan juga dituntut mampu mengembangkan dan menyikapi secara kritis.

Sayang, kemajuan teknologi sekarang berupa internet, hp, Ipod, laptop, atau kamputer tak menjadikan mahasiwa makin mengembangkan intelektualitas. Teknologi justru mereka manfaatkan sebagai cara praktis untuk menyelesaikan tugas intelektualitas. Mahasiswa tinggal melakukan copy paste untuk menyelesaikan tugas.

Banyak tugas dari dosen membuat mereka memilih hal-hal praktis atau instan untuk menyelesaikan permasalahan. Tak ayal, copy paste merupakan solusi termudah untuk menunaikan tanggung jawab intelektualitas. Mereka tinggal dua kali mengeklik, permasalahan dan tugas pun terselesaikan. Semua telah tersedia. Tak ada lagi batas ruang dan waktu dalam ilmu dan informasi. Semua akses ada dan tersedia dengan cepat.

Copy paste menjadi solusi praktis dan lazim bagi mahasiswa. Ironisnya, mahasiswa tak pernah memikirkan bahaya copy paste, yaitu memampatkan budaya kritis dan pola pikir. Itu sama berbahaya dengan mengonsumsi narkoba atau minuman keras karena menjadikan mahasiswa tanpa pemikiran. Mereka cenderung mengambil sikap dan hal-hal praktis atau instan, tanpa disertai pertimbangan rasional-intelektual. Lantas, di manakah peran mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat, jika hanya copy paste apa pun?
Krisis Jati Diri Taylor menyatakan, salah satu aspek kebudayaan adalah norma atau perilaku terpilih yang dianut sebagian besar masyarakat. Copy paste dipilih dan dianut oleh sebagian besar mahasiswa, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Budaya copy paste dilatarbelakangi oleh kemalasan belajar dan belajar malas di kalangan mahasiswa. Akibatnya, tergeruslah jati diri mahasiswa. Mereka tak lagi percaya diri dengan potensi dan kemampuan berpikir.

Proses copy paste tak hanya menjadikan mahasiswa sebagai pemikir praktis atau instan, tetapi juga sebagai peniru pasif yang hanya menjadi pengikut, pembebek, dari berbagai macam yang menjadi kecenderungan saat ini. Mereka mudah sekali terjebak dan terbawa arus hedonisme dan materialisme, tanpa filterisasi dalam diri. Jadilah mereka kaum konsumtif, tanpa pernah berpikir dan bertindak produktif, apalagi turut  berperan di masyarakat.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual di masyarakat memiliki tiga peran utama. Pertama, sebagai pentransfer ilmu, teknologi, dan nilai. Mahasiswa memiliki peran untuk menyebarkan ilmu, turut serta dalam memberantas kebodohan. Sebagai pengguna terdekat teknologi, mahasiswa berperan menggunakan dan menciptakan teknologi yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai pentransfer nilai, diharapkan mahasiswa menjadi tuntunan moral intelektual bagi masyarakat.

Kedua, mahasiswa sebagai agent of change, agen perubahan, turut serta dalam proses pembangunan dan pergerakan. Dalam pembangunan masyarakat dan bangsa, mahasiswa merupakan sumber daya manusia yang potensial karena terdidik dan terpelajar.

Dalam pergerakan, mahasiswa diharapkan mampu menyuarakan aspirasi masyarakat sehingga terciptalah perubahan di masyarakat dan bangsa. Ketiga, mahasiswa sebagai kaum intelektual semestinya mampu mempertanggungjawabkan intelektualitasnya pada diri sendiri dan masyarakat. 

Budaya copy paste membuat ruang kritis mahasiswa menyempit. Itu terlihat dari makin minim budaya membaca, budaya diskusi, dan budaya beprestasi. Padahal, budaya-budaya itu merupakan penumbuh budaya intelektual. Jika budaya-budaya itu tergusur oleh budaya copy paste, tergusurlah ranah intelektualitas yang seharusnya dimiliki kalangan mahasiswa.

Sebenarnya copy paste boleh-boleh saja, asal tidak meninggalkan unsur kekritisan. Karena kekritisan akan memunculkan budaya baru, yaitu budaya kreatif dan produktif. Tanpa kekritisan akan mengakibatkan kematian dalam berpikir. Kematian berpikir tentu mengakibatkan kematian bertindak.  (51)
sumber :
- Desi Wulandari, mahasiswi Sosiologi UGM Yogyakarta http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/12/136770/19/Budaya-Copy-Paste-Mahasiswa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar